Mengapa
harus ekonomi? Suka, ingin tahu, coba-coba, atau terjebak? Kalau saya sih,
karena cinta :)
Dulu,
saya sangat tidak tertarik dengan ekonomi. "Apaan tuh? ilmunya
statis. lulusannya sudah terlalu banyak. ga spesial!" itu pendapat
saya. Namun, sejak duduk di bangku SMA saya jatuh cinta pada ekonomi.
Pepatah lama menyebutnya: benci jadi cinta. Ali-alih tertarik pada teori
ekonomi dan akuntasi (tanpa ada maksud mensubordinasi pihak manapun), minat
saya terbatas pada kurva-kurva dan eksperimennya saja (tentu anda mengerti
eksperimen apa yang saya maksudkan).
Siapa
yang tidak kenal saya? pastilah banyak. Tetapi, siapa yang tidak kenal PPF?
Saya berani bertaruh semua anak ekonomi pasti kenal Production-Possibility
Frontier (PPF). Saya ingat betul, PPF adalah sosok 'rupawan' yang menarik
hati saya hingga saat ini. Entah mengapa, saya merasa hidup saya berkaitan erat
dengan PPF. Ibarat bunga dan kumbang, begitulah PPf dan hidup menurut saya.
Orang dulu berkata: sering bertemu membawa cinta. Iyupp, saya rasa mata kuliah
PE membenarkan pernyataan tersebut. Saya suka PPF dan segala sesuatu
tentangnya.
Berangkat dari perjalanan cinta saya ini, saya ingin menganalisis cara hidup kita. Mahasiswa menggunkan PPF. Mengapa? Sama seperti PPF penting dalam ekonomi, cara hidup kita ini pun penting dalam segala hal. Dalam ilmu (dasar) ekonomi kita belajar bahwa hidup penuh pilihan sehingga kita perlu ilmu untuk menanganinya-disebut ekonomi. Dalam menentukan pilihan (baca: membuat keputusan) diperlukan prioritas dan pengorbanan. Guru saya pernah mengatakan bahwa manusia sebagai makhl Tuhan yang paling kreatif dan (kebanyakan) tidak mau rugi, cenderung mengombinasikan pilihan-pilihan mereka semaksimal yang mereka bisa lakukan semaksimal ang bisa mereka dapatkan dari kombinasi itu. Fenomena inilah, menurut beliau yang melatarbelakangi lahirnya PPF.
Begini, kita sebagai mahasiswa juga dihadapkan pada dua pilihan amat penting: nilai dan moral. Di satu sisi kita dituntut untuk berkompetisi dan berprestasi dalam pendidikan di perkuliahan, di sisi lain kita dituntut untuk berkontribusi dan berpartisipasi dalam pembentukan moral masyarakat. Hal ini menjadi dilematis ketika kita menyadari bahwa kemampuan masing-masing kita terbatas untuk dapat menyanggupi keduannya. Dengan kata lain, daya kita menjadi constraint dalam situasi ini. Oleh kaena itu, sesuai tujuan PPF tadi, manusia akan membuat kombinasi antara keduanya sehingga pilihan yang akan kita buat adalah yang paling efisien dibanding pilihan-pilihan lainnya.
Saya
berusaha merangkum semua kemungkinan kombinasi ke dalam tiga bentuk kombinasi,
yaitu nilai tinggi dengan moral rendah, nilai rendah dengan moral tinggi, nila
moderat dengan moderat pula. Tidak ada pilihan nilai tinggi dengan moral tinggi
sebab sesuai sifat PPF, setiap kenaikan satu unit barang X (dalam konteks ii
adalah nilai) akan menimbulkan penurunan satu unit barang Y (dalam konteks ini
adalah moral).
Pernahkah terpikirkan oleh anda bahwa semakin ambisius anda mengerjakan tugas dan mengejar materi perkuliahan untuk mengejar 'kesuksesan' anda, semakin besar tendesi anda untuk menghalalkan berbagai cara sehingga moral dan etika anda bercerai? Atau sebaliknya, saking tingginya anda menjunjung prinsip-prinsip moral (entah agama, suku atau keluarga) maka kefanatikan tidak logis akan mengacaukan kinerja anda dalam perkuliahan. Sadar atau tidak, hal ini sering terjadi dan menyalahi aturan PPF.
Lalu bagaimana sikap kita yang seharusnya? Tentu sikap ideal yang diharapkan adalah dengan tetap mengindahkan aturan PPF dalam hidup anda. Pertama, buatlah kemungkinan kombinasi yang mampu membentuk PPF anda sesai tujuan yang hendak anda capai. Dalam kehidupan mahasiswa, tujuan tersebut ialah target kesuksesan pribadi anda. Ingat, uji terus kesuksesan itu, jangan sampai kesuksesan anda adalah kesuksesan semu yang bisa membuat anda keliru.
Kedua, jangan sekali-kali memaksakan tingkat kombinasi dua output yang anda miliki sehingga PPF anda menjadi tidak cekung terhadap titik origin. Artinya, jagalah agar jgan sampai kombinasi yang anda buat terkait nilai dan moral, tidak sesuai dengan constraint anda: kemampuan diri anda sendiri. Kalau memag kita mampu menjadi orang yang bermoral meski nilai akademik kita tidak luar biasa. Lakukanlah, sebisa mungkin hindari menjadi orang jenius yang tidak bermoral.
Detail PPF dalam kehidupan mahasiswa ini tidak akan saya selesaikan dalam tulisan ini. Akan lebih baik bila kita (sayang dan anda) masing-masing secara langsung mengimplementasikan hal-hal yang sudah dibahas sepanjang karangan ini. Ingat, PPF dibuat untuk mempermudah hidup ini yang penuh pilihan. Jangan sia-siakan PPF mu, teman-teman! Segera kombinasikan prestasi dan moralitas sesuai target dan kemampuanmu!
Ayo
jaga PPF hidup kita terutama KAU, MAHASISWA EKONOMI !! Bagi Tuhan, Indonesia,
Almamater dan Keluarga :)